
Pendidikan yang berkeadilan adalah pendidikan yang dapat merespon segala bentuk perbedaan dengan model pembelajaran yang demokratis didasarkan pada kebutuhan spesifik peserta didiknya. Perbedaan kebutuhan antara perempuan dan laki-laki menjadi aspek penting bagi setiap institusi pendidikan, guru dan dosen untuk mampu menciptakan pembelajaran yang gender responsive. Selama ini, disadari atau tidak, masih terdapat ketimpangan dan permasalahan gender baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran terutama dalam pendidikan vokasi.
Refresher workshop yang berlangsung pada hari Jumat tanggal 24 September 2021 dimulai dari pukul 07.45 – 11.30 WIB dan dilaksanakan secara daring. Sebagai narasumber adalah Dr. Theresa Wilson Devasahayam yang merupakan Konsultan Gender dari ADB dan Dr. Erhamwilda, M.Pd yang merupakan Ketua Forum Kajian Gender & Anak (FKGA) Jawa Barat. Adapun total peserta yang mengikuti program ini sejumlah 8 orang (dengan komposisi 4 orang laki-laki dan 4 orang perempuan) yang merupakan dosen-dosen di lingkungan FPTK UPI. Tujuan yang diharapkan dari penyelenggaraan refresher workshop ini sebagai berikut: a. Merencanakan, mengembangkan dan mendesain kurikulum yang responsif gender; b. Meningkatkan pemahaman para dosen tentang kurikulum yang responsif gender; c. Menyamakan persepi antara para dosen dalam menyusun Rencana Pembelajaran Semester (RPS) yang responsif gender; serta d. Saling bertukar pikiran terkait masalah dalam pengimplementasian RPS.

Dalam workshop ini diperoleh beberapa informasi antara lain: a. Di Indonesia, pengarusutamaan gender (PUG) belum terintegrasi secara memadai ke dalam pendidikan tinggi; b. Secara umum, para dosen masih terkendala untuk menerapkan gender responsive lesson plan (GRLP) pada mata kuliah yang diampuh karena perkuliahan yang masih dilakukan secara online; c. Aktifitas mengintegrasikan aspek responsif gender pada RPS dapat dimulai dari deskripsi mata kuliah, yakni menambahkan narasi “memastikan bahwa dalam pelaksanaan praktik bengkel harus memperhatikan kebutuhan yang berbeda antara mahasiswa maupun mahasiswi”; serta d. Berbicara gender bukan hanya tentang kaum laki-laki maupun perempuan, namun juga mencakup kaum difabel atau dikenal dengan istilah Gender Equality and Social Inclusion (GESI).
Penulis berita: Fendy T.