Pada hari Rabu dan Kamis, tanggal 3 dan 4 Agustus 2022 berlangsung “Workshop Peningkatan Kapasitas Pelatihan Tingkat Lanjut untuk Pengembangan Kurikulum, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat” yang berlangsung di Harris Vertu Hotel Jakarta, Jl. Hayam Wuruk No. 6, RT. 6/RW. 2, Kec. Gambir, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta – 10120. Workshop yang dimulai pada pukul 09.00 s.d. selesai diikuti berbagai perwakilan dari Project Management Unit (PMU), Project Implementation Unit (PIU) dan Gender Focal Point (GFP) dari 4 kampus proyek AKSI – ADB, CoE TVET UPI, Project Management Consultant (PMC) Experts on Gender, serta Project Management & Supervision Consultant (PMSC) dari UPI.

Workshop dibuka dengan sambutan dari Bapak Agus Margiwiyatno selaku Program Manager of PMU yang menyampaikan pesan bahwa “Di akhir proyek ini, akan ada evaluasi secara komprehensif oleh Asian Development Bank (ADB) terkait regulasi gender, karena proyek ini sangat gender responsive”. Turut hadir juga Bapak Dr. Herman Fithra, S.T., M.T selaku Rektor Universitas Malikussaleh yang menyatakan bahwa “Implementasi gender di Aceh sudah sangat lama, terbukti dari Laksamana Malahayati dan Cut Nyak Dien, perempuan yang memperjuangkan semangat rakyat Aceh dan menjadi pahlawan nasional, semoga dengan workshop ini dapat memperkuat aspek gender di kampus masing-masing”.

dengan Rektor Universitas Malikussaleh (dengan jas biru)
Selaku Gender Specialist yang juga merangkapsebagai host, Bu Elisabeth Dewi, Ph.D yang akrab disapa Bu Nophie mengawali kegiatan dengan momen perkenalan dengan metode yang cukup unik yakni menyebutkan nama, posisi dan menjawab 3 pertanyaan di sticky notes terkait: a. Apa perasaan Bapak dan Ibu hari ini berkaitan dengan proyek AKSI?; b. Apa yang diharapkan masih bisa lebih ditingkatkan dr proyek AKSI?; serta c. Apa yang paling dikhawatirkan dr proyek AKSI?. Lalu masing – masing partisipan secara bergantian memperkenalkan diri. Dalam kegiatan 2 hari ini, host menyampaikan bahwa “saat inilah kita dapat melakukan plagiarism secara legal yakni mengambil best practice dari kampus lain”. Khususnya kepada masing – masing GFP universitas, diharapkan dapat membuat program kerja yang tidak lagi buta gender, namun mengarah ke tingkat yang lebih tinggi, syukur – syukur bisa mencapai transformatif gender. Semisalnya belum bisa, mohon ceritakan apa tantangannya.

Sebagai tambahan bahwa terdapat Project Completion Report (PCR) yang harus dikumpulkan di akhir proyek ini. Dalam PCR tersebut, akan banyak bercerita bahwa proyek ini bersifat gender equality responsive. Harapannya di dalam PCR lebih memunculkan aspek analisisnya, bukan hanya berhenti di data kuantitatif seperti pada Gender Action Plan (GAP) report and Design Monitoring Framework (DMF). Diharapkan melalui PCR ini muncul berbagai bench mark, lesson learnt, dan recommendation. Oleh karena itu, Pak Budiman Adi Wibawa, ST.,MT. selaku Project Performance Monitoring System (SPPMS) Specialist mensosialisasikan teknis pengisian Gender Qualitatif GAP pada website https://adb-aksi.com/. Sistem pelaporan per – tahun dibagi menjadi 2x (2 semester) yakni Semester 1 (bulan Januari – Juni) dan Semester 2 (bulan Juli – Desember).

Selanjutnya, masing – masing universitas diberikan kesempatan untuk berdiskusi tentang “analisis gender” yang mencakup 3 aspek antara lain: tantangan, praktik baik yang telah dilakukan, dan stakeholder yang harus didekati. Hal lain yang perlu dipresentasikan terkait ”diskusi kurikulum” yang menanyakan jumlah mata kuliah saat ini yang sudah gender responsive dan jumlah mata kuliah yang akan ditambah, serta bagaimana strateginya? Di akhir, GFP juga diminta untuk merumuskan diskusi rencana aksi sampai pada bulan Desember 2022. Lalu, seluruh hasil workshop dipresentasikan dan didiskusikan bersama kampus lainnya guna mendapatkan best practice.


Oleh: Fendy T.